PERLAKUAN PERPAJAKAN
Perlakuan Perpajakan untuk Sewa dengan Hak Opsi
Bagi Lessor
Perlakuan perpajakan untuk swa dengan hak opsi bagi lessor adalah:
1. Penghasilan yang dikenakan PPh adalah sebagian dari pembayaran sewa berupa imbalan jasa sewa, yaitu seluruh pembayaran sewa dikurangi angsuran pokok.
2. Lessor tidak berhak menyusutkan atas asset tetap yang disewakan dengan hak opsi.
3. Dalam hal masa sewa lebih pendek dari masa yang ditentukan. Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pengakuan penghasilan pihak lessor
4. Lessor dapat membentuk dana cadangan piutang tak tertagih yang dapat dkurangkan dari penghasilan bruto, setinggi-setingginya jumlah 2,5% dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir piutang (KMK-294/KMK.04/2000 Tanggal 6 Juni 2000 tentang Perubahan KMK-80/KMK.04/1995 Tanggal 6 Febuari 1995 tentang besanya dana cadangan yang boleh dikurangkan sebagi biaya)
5. Kerugian sebenarnya yang disebabkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dibebankan pada perkiraan cadangan piutang tak tertagih.
6. Dalam hal cadangan piutang tak tertagih tidak atau tidak seluruhnya dipakai untuk menutup kerugian sebagaimana dimaksud, maka jumlah kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan, sedangkan dalam hal jumlah cadangan tersebut tidak mencukupi, maka kekurangannya diperhitungkan sebagi kerugian.
7. Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa dengan hak opsi dari lessor kepada lessee tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tetapi penyerahan barang dari lessor ke lessee dikenakan PPN.
Besarnya angsuran PPh 25 setiap bulan bagi WP sewa dengan hak opsi adalah sebesar jumlah PPh yang terutang berdasarkan laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dibagi 12.
Bagi Lessee
Perlakuan perpajakan untuk sewa dengan hak opsi bagi lessee adalah:
1. Selama masa sewa, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas baran modal yang disewakan samapi saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli.
2. Setelah menggunakan hak opsi untuk membeli baran modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal yang bersangkutan.
3. Pembayaran sewa yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan ata tanah merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa tersebut memenuhi ketentuan capital lease.
4. Dalam hal masa sewa lebih pendek dari masa yang ditentukan. Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa.
5. Lessee tidak memotong PPh 23 atas pembayaran sewa yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa dengan hak opsi.
Perlakuan Perpajakan untuk Sewa tanpa Hak Opsi
Kriteria suatu transaksi digolongkan sebagai sewa tanpa hak opsi adalah:
1. Jumlah pembayaran sewa selama periode sewa pertama tidak dapat menutupi harga perolehan asset tetap yang disewakan ditambah keuntungan yang diperhitungkan.
2. Perjanjian sewa tidak memuat ketentuan tentan opsi untuk lessee.
Kedua syarat tersebut menandakan bahwa suatu sewa digolongkan sebagai sewa tanpa hak opsi, apabila lessor benar-benar tidak berniat menjual asset tetap tersebut dan hanya ingin menyewakan. Dengan demikian, sewa tanpa hak opsi adalah sewa-menyewa biasa, karena kepemilikan asset tetap masih berada ditangan lessor sehingga yang berhak menyusutkan asset tetap adalah lessor.
Bagi Lessor
Peraturan perpajakan untuk sewa tanpa hak opsi bagi lessor adalah:
1. Seluruh pembayaran sewa tanpa hak opsi yang diterima atau diperoleh lessor merupakan objek PPh.
2. Lessor membebankan biaya penyusutan atas barang modal yang disewakan tanpa hak opsi, sesuai dengan ketentuan pasal 11 UU PPh 1984 beserta peraturan pelaksanaannya.
Bagi Lessee
Perlakuan perpajakan untuk sewa tanpa hak opsi bagi lessor adalah:
1. Pembayaran sewa tanpa hak opsi yang dibayar atau terutang oleh lessee adalah biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Lessee wajib memotong PPh 23 atas pembayaran sewa tanpa hak opsi yang dibayarkan atau terutang kepada lessor.
3. Atas penyerahan jasa dalam transaksi sewa tanpa hak opsi dari lessor kepada lessee, dikenai utang Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Referensi:
Buku akuntansi perpajakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar